Seorang pengusaha asal Las Vegas, Alex Rivlin, mengalami nasib sial saat merencanakan liburannya. Alih-alih mendapatkan tiket kapal pesiar, ia justru kehilangan uang Rp12 juta setelah mempercayai nomor layanan pelanggan yang ditampilkan Google AI Overview. Kasus ini menjadi contoh nyata betapa berbahayanya informasi palsu yang tersebar di internet.
Awal Mula Penipuan
Rivlin mencari informasi kapal pesiar Royal Caribbean. Google menampilkan ringkasan AI Overview dengan nomor layanan pelanggan yang tampak resmi. Nomor itu bahkan disertai detail harga dan lokasi penjemputan di Venesia.
Ketika ia menghubungi nomor tersebut, lawan bicara terdengar profesional, mengetahui detail layanan, dan mengaku staf resmi. Rivlin percaya begitu saja. Ia diarahkan membayar reservasi sebesar 768 dolar Amerika.
Besoknya, kartu kredit Rivlin menunjukkan transaksi mencurigakan. Saat diperiksa, ia sadar nomor tersebut palsu dan dirinya telah menjadi korban penipuan.
Bagaimana Penipu Bisa Masuk ke Sistem
Modus ini dikenal sebagai search poisoning. Para scammer menyebarkan nomor palsu di forum, situs ulasan, hingga blog. Jika nomor itu sering muncul, algoritma Google akan menganggapnya valid.
AI Overview yang bertugas merangkum data kemudian menampilkan nomor tersebut. Dengan penyajian singkat dan rapi, informasi itu tampak kredibel. Padahal, kebenarannya tidak pernah diverifikasi.
AI tidak mampu membedakan apakah sebuah nomor asli atau palsu. Jika data sudah salah, hasilnya tetap salah.
Ancaman yang Lebih Besar
Kasus Rivlin hanyalah permukaan dari masalah yang jauh lebih luas. Modus ini berpotensi menyasar:
- Nasabah bank: diarahkan ke nomor palsu, lalu diminta data OTP atau akses rekening.
- Penumpang maskapai: diarahkan mentransfer biaya tiket ke rekening pribadi.
- Pembeli online: diarahkan keluar dari marketplace lalu kehilangan uang.
- Pasien rumah sakit: diarahkan ke nomor palsu lalu diminta biaya administrasi fiktif.
Dalam semua kasus ini, scammer tidak perlu meretas sistem besar. Mereka hanya memanfaatkan celah psikologis: rasa percaya pada mesin pencari.
Dampak Psikologis Korban
Kerugian materi hanyalah satu sisi. Banyak korban juga merasa malu, takut dianggap ceroboh, atau kehilangan rasa percaya diri. Banyak yang akhirnya memilih diam, sehingga penipu makin leluasa.
Tanggapan Google dan OpenAI
Google mengakui adanya kasus nomor palsu yang masuk ke hasil pencarian. Mereka menyatakan telah menghapus sebagian, namun juga mengakui bahwa sistem masih memiliki celah.
OpenAI menyampaikan bahwa mereka sudah menutup banyak situs penyebar nomor palsu. Tetapi pembaruan data di seluruh internet butuh waktu. Artinya, risiko tetap ada meskipun perusahaan teknologi sudah bergerak.
Tips Agar Tidak Jadi Korban
- Gunakan situs resmi
 Cari nomor layanan hanya di website atau aplikasi official perusahaan.
- Cek dari berbagai sumber
 Cocokkan nomor yang ada di Google dengan yang tercantum di email resmi, kontrak, atau aplikasi.
- Jangan sebutkan data pribadi lewat telepon
 OTP, password, dan CVV tidak boleh diberikan kepada siapa pun.
- Hati-hati dengan permintaan transfer cepat
 Permintaan mendesak biasanya trik scammer untuk membuat korban panik.
- Cari jejak nomor di internet
 Biasanya sudah ada korban lain yang melaporkan nomor palsu.
- Lakukan pembayaran hanya lewat kanal resmi
 Jangan transfer ke rekening pribadi mencurigakan.
- Aktifkan notifikasi bank
 Supaya transaksi mencurigakan langsung terdeteksi.
- Simpan nomor penting dari awal
 Simpan nomor call center bank, maskapai, dan layanan penting agar tidak perlu mencari di Google.
Ringkasan
Kasus yang menimpa Alex Rivlin memperlihatkan bahwa Google AI Overview bisa menampilkan nomor palsu hasil manipulasi scammer. Informasi yang rapi dan singkat bukan berarti benar.
Solusi terbaik adalah tetap mengandalkan situs resmi, selalu memeriksa ulang sebelum membayar, dan membiasakan diri untuk verifikasi ganda. Di era digital yang penuh jebakan, kehati-hatian adalah satu-satunya benteng paling kuat.
